BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi saat ini
dengan berbagai teknologi yang sudah semakin maju, setiap orang dapat
memanfaatkan teknologi saat ini dengan mudah untuk melakukan usaha guna
memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi dengan kemajuan teknologi saat dapat
dengan mudah melakukan Pembajakan terhadap hasil karya orang lain dan di jual
untuk mendapatkan keuntungan dari hasil pembajakan hasil karya orang lain.
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan bahwa pembajakan merupakan
pelanggaran hak cipta, dikatakan pelanggaran hak cipta karena telah melanggar
hak eksklusif dari pencipta atau pemegang hak cipta. Hak eksklusif
adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada
pihak lain yang boleh memanfaatkan seperti mengumumkan atau memperbanyak hak
tersebut tanpa izin pemegangnya.
Dalam pengertian
“mengumumkan atau memperbanyak” adalah termasuk didalamnya kegiatan
menerjemahkan, mengadaptasi, menjual, menyewa dan mengomunikasikan ciptaan
kepada publik melalui sarana apapun.
Hak cipta adalah hak dari
pembuat sebuah ciptaan terhadap ciptaannya dan salinannya. Pembuat sebuah
ciptaan memiliki hak penuh terhadap ciptaannya tersebut serta salinan dari
ciptaannya tersebut. Hak-hak tersebut misalnya adalah hak-hak untuk membuat
salinan dari ciptaannya tersebut, hak untuk membuat produk derivatif, dan
hak-hak untuk menyerahkan hak-hak tersebut ke pihak lain. Hak cipta berlaku
seketika setelah ciptaan tersebut dibuat. Hak cipta tidak perlu didaftarkan terlebih
dahulu.
B. Perumusan Masalah
Memang segi-segi hukum Hak Atas Kekayaan
Intelektual terutama berkenaan dengan Hak Cipta perlu tersosialisasi
ditengah-tengah masyarakat Indonesia. Maka itu perlu diketahui tentang:
1. Bagaimana sejarah hak
cipta?
2. Apa pengertian dan dasar
hukum hak cipta?
3. Apa fungsi dan sifat hak
cipta?
4. Apa jenis-jenis hak cipta?
5. Bagaimana penegakan hukum
hak cipta?
6. Perkecuailan dan batasan
hak cipta?
7. Contoh kasus pelanggaran
hak cipta?
\
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Hak Cipta
Konsep hak cipta di
Indonesia merupakan terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa Inggris
(secara harafiah artinya "hak salin"). Copyright ini diciptakan
sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg,
proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan
biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga,
kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali
meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat disalin.
Awalnya, hak monopoli
tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak. Baru
ketika peraturan hukum tentang copyright mulai diundangkan pada tahun 1710
dengan Statute of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan
penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang
menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut
setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga
mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28
tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.
Pada tahun 1982, Pemerintah
Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912
Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982
tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di
Indonesia[1]. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor
7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan undang-undang
tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antarnegara. Pada
tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
(World Trade Organization – WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related
Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs ("Persetujuan tentang
Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut
diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997,
pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor
18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization
Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO") melalui Keputusan
Presiden Nomor 19 Tahun 1997.
B. Pengertian dan Dasar Hukum
Hak Cipta
Hak cipta adalah hak
eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil
penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan
"hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan
pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan.
Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak Cipta adalah hak
eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.[3]
UU No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya
intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam
bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang
telah dituangkan dalam wujud tetap. Untuk mendapatkan perlindungan melalui Hak
Cipta, tidak ada keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya semata-mata
untuk keperluan pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu ciptaan
berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan tersebut.
Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda Hak Cipta ©.
Perlindungan Hak
Cipta diatur dalam Undang-undang no.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta , diubah UU
no.7 tahun 1987, diubah lagi UU no. 12 1987beserta Peraturan pelaksanaannya.
· Undang-undang Nomor 7/1994
tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
· Undang-undang Nomor 10/1995
tentang Kepabeanan
· Undang-undang Nomor 12/1997
tentang Hak Cipta
· Undang-undang Nomor 14/1997
tentang Merek
· Keputusan Presiden RI No.
15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial
Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property
Organization
· Keputusan Presiden RI No.
17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
· Keputusan Presiden RI No.
18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and
Artistic Works
Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang
Pengesahan WIPO Copyrights Treaty
C. Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Berdasarkan Pasal 2, 3, dan 4 UU No 19 Tahun
2002:
Hak Cipta merupakan hak
eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan
dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang
berlaku.
Pencipta dan/atau Pemegang
Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk
memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan
Ciptaan tersebut unt uk kepentingan yang bersifat komersial.
· Hak Cipta dianggap sebagai
benda bergerak
· Hak Cipta dapat beralih
atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena:
- Pewarisan
- Hibah
- Wasiat
- Perjanjian tulis
- Sebab-sebab lain yang
dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Hak Cipta yang dimiliki
oleh Pencipta, yang setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli
warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita,
kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
Hak Cipta yang tidak atau
belum diumumkan yang setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli
warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita,
kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
D. Jenis-Jenis Hak Cipta
Ø Hak ekonomi = hak untuk
mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan nya
Ø Hak moral = hak yang
melekat pada diri pencipta yang tidak dapat dihapus tanpa alasan apapun.
Ø Hal – hal yang tidak bisa
di daftarkan sebagai hak cipta:
Ø Ciptaan di luar bidang ilmu
pengetahuan, seni dan sastra
Ø Ciptaan yang tidak sesuai
dengan ketentuan undang-undang hak cipta
Ø Ciptaan yang bersifat
abstrak
Hak-hak yang tercakup dalam Hak Cipta
Hak Ekslusif
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan
kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
- Membuat salinan atau
reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya,
salinan elektronik).
- Mengimpor dan mengekspor
ciptaan. Menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi
ciptaan).
- menampilkan atau memamerkan
ciptaan di depan umum.
- Menjual atau mengalihkan
hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan
"hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak
ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak
lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak
cipta.
Hak Ekonomi dan Moral
Banyak negara mengakui
adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan
Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga mensyaratkan penerapan
bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar
ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui
sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Hak cipta di Indonesia juga
mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi
adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral
adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran)
yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak
terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama
pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah
dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26
Undang-undang Hak Cipta
E. Penegakan Hukum Hak Cipta
Penegakan hukum atas hak
cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum perdata, namun ada
pula sisi hukum pidana. Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada aktivitas
pemalsuan yang serius, namun kini semakin lazim pada perkara-perkara lain.
Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia secara umum diancam
hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama tujuh tahun yang
dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit satu juta
rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah, sementara ciptaan atau barang yang
merupakan hasil tindak pidana hak cipta serta alat-alat yang digunakan untuk
melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan (UU
19/2002 bab XIII).
F. Pengecualian dan Batasan
Hak Cipta
Perkecualian hak cipta
dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur dalam hukum
tentang hak cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin fair use atau
fair dealing yang diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan
ciptaan tanpa dianggap melanggar hak cipta.
Dalam Undang-undang Hak
Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak
melanggar hak cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai
pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas
dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial
termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan
ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam
hal ini adalah "kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam
menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan". Termasuk dalam pengertian
ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak
dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau
pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap.
Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama
ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan
pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan membuat salinan atas program
komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan
sendiri.
Selain itu, Undang-undang
Hak Cipta juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan atau
mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan berhak cipta demi kepentingan
umum atau kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun melarang penyebaran
ciptaan "yang apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai keagamaan,
ataupun menimbulkan masalah kesukuan atau ras, dapat menimbulkan gangguan atau
bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma
kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum" (pasal
17). ketika orang mengambil hak cipta seseorang maka orang tersebut akan
mendapat hukuman yang sesuai pada kejahatan yang di lakukan.
Tidak ada hak cipta atas
hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan,
pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau
penetapan hakim, ataupun keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan
sejenis lainnya (misalnya keputusan-keputusan yang memutuskan suatu sengketa). Di
Amerika Serikat, semua dokumen pemerintah, tidak peduli tanggalnya, berada
dalam domain umum, yaitu tidak berhak cipta.
Pasal 14 Undang-undang Hak
Cipta mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang Negara dan lagu
kebangsaan menurut sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak cipta. Demikian
pula halnya dengan pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian
dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis
lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
G. Contoh Kasus
Pelanggaran Hak Cipta
1. Album Koes Plus
‘Dheg Dheg Plus, pihak pemegang hak cipta lagu album tersebut dimiliki oleh
Tommy Darmo. Tommy melaporkan pihak label RPM yang tiba-tiba merilis ulang lagu
tersebut. Alhasil pihak Tommy pun membawa kasus tersebut ke Polda Metro Jaya.
RPM dianggap melanggar Undang-Undang no 12/2009 tentang hak cipta lagu. Ia pun
mengajukan gugatan dan meminta ganti rugi senilai Rp 9,9 miliar.
2. Tempat karaoke
milik pedangdut Inul Daratista, Inul Vizta dituding mengabaikan hak-hak para
pencipta lagu yang dijamin UU. Tudingan tersebut dilontarkan oleh Yayasan Karya
Cipta Indonesia. Permasalahan antara keduanya sepertinya memang sudah jadi
cerita lama. Namun, konflik itu kembali hangat saat kasus itu masuk ke ranah
hukum. Sampai saat ini kasus tersebut masih disidangkan di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat. Celakanya, pihak inul justru menggugat balik pihak KCI.
3. Lagu ‘Butiran
Debu’ begitu terngiang belakangan ini. Band bernama Rumors telah mempopulerkan
lagu tersebut. Tapi belakangan Farhat Abbas muncul dan mengklaim sebagai
pencipta lagi itu. Namun, Vokalis Rumors, Rija Abbas mengaku sebagai
penciptanya. Alhasil kasus itu pun bergulir ke Polres Jakarta Selatan.
4. Grup band Armada
juga sempat digoyong dengan kasus hak cipta lagu. Lagu mereka ‘Pemilik Hati’
diklaim merupakan lagu milik Loracca. Namun, banyak pihak yang meragukan kasus
tersebut karna dinilai hanya mendongkrak popularitas Loracca.
5. Bulan Mei tahun 1997, Group Musik asal Inggris, Oasis, menuntut
ratusan situs internet yang tidak resmi yang telah memuat foto-foto, lagu-lagu
beserta lirik dan video klipnya. Alasan yang digunakan oleh grup musik tersebut
dapat menimbulkan peluang terjadinya pembuatan poster atau CD yang dilakukan
pihak lain tanpa izin.
6. Kasus lain terjadi di Australia, dimana AMCOS
(The Australian Mechanical Copyright Owners Society) dan AMPAL (The Australian
Music Publishers Association Ltd) telah menghentikan pelanggaran Hak Cipta di
Internet yang dilakukan oleh Mahasiswa di Monash University. Pelanggaran
tersebut terjadi karena para Mahasiswa dengan tanpa izin membuat sebuah situs
Internet yang berisikan lagu-lagu Top 40 yang popular.
7. Seseorang tanpa izin membuat situs di Internet
yang berisikan lagu-lagu milik penyanyi lain yang lagunya belum dipasarkan.
Contoh kasus : Group musik U2 menuntut si pembuat situs internet yang memuat
lagu mereka yang belum dipasarkan
8. Seseorang dengan tanpa izin membuat sebuah
situs yang dapat mengakses secara langsung isi berita dalam situs internet
milik orang lain atau perusahaan lain. Kasus : Shetland Times Ltd Vs Wills
(1997) 37 IPR 71, dan Wasington Post Company VS Total News Inc and Others.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hak cipta adalah hak dari
pembuat sebuah ciptaan terhadap ciptaannya dan salinannya. Pembuat sebuah
ciptaan memiliki hak penuh terhadap ciptaannya tersebut serta salinan dari ciptaannya
tersebut. hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak
cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan
tidak sah atas suatu ciptaan hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang
terbatas.
Hak cipta merupakan
salah satu jenis hak kekayaan
intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan
intelektual lainnya (seperti paten, yang
memberikan hak monopoli atas
penggunaan invensi), karena
hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak
untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Oleh
karena itu perlu adanya sosialisasi di dalam masyarakat Indonesia berkenaan
dengan Hak Cipta, Supaya kita semua dapat menghargai karya-karya orang lain dan
supaya tidak terjadi pelanggaran hak cipta.
Daftar Pustaka
Saidin , 2004, Aspek
Hukum Hak Kekayaan Intelektual,RajaGrafindo Persada, Jakarta..
Saidin , 1995, Aspek
Hukum Hak Kekayaan Intelektual,RajaGrafindo Persada, Jakarta: .
Undang-Undang No 19 Tahun
2002 Tentang Hak Cipta
Taryana Soenandar,
1993, Perlindungan Hak Milik Intelektual Di Negara-Negara ASEAN,
Sinar Grafika, Jakarta.
Hutauruk, 1988, Hak
Cipta Terbaru, Erlangga, Jakarta.
Sudargo Gaurama,
1990, Segi-Segi Hukum Hak Milik Intelektual, Eresco;Bandung.
No comments:
Post a Comment